Aku
adalah gadis berusia enam belas tahun yang bisa dibilang polos. Teman-temanku
mengatakan kalau aku nggak bisa marah, anaknya krik, lucu, dan yang paling
konyol suka tertawa sendiri. Sungguh aneh pendapat mereka tentangku. Sampai
saat ini aku masih penasaran dengan sebuah kata yang membuatku tak bisa
berfikir. Jalan fikiranku buntu apabila memikirkannya. Aku tak tahu makna dari
rangkaian lima huruf itu. Tepat sekali! Itu adalah cinta. Aku adalah gadis
teraneh di dunia karena aku akan marah, benci,
bingung, penasaran, berfikir tanpa henti apabila ada seseorang yang
mengatakan cinta. Apa itu cinta? Mengapa sekarang aku mulai memikirkannya?
Mengapa dulu tak sedikitpun terbersit di fikiranku soal cinta. Mengapa dulu aku
tidak mencari tahu terlebih dahulu sebelum akhirnya aku penasaran dan tak punya
waktu untuk mencari tahu makna kata itu. “Oh Tuhan… apa yang harus aku lakukan
sekarang?” Aku tak dapat memungkiri otak ini. Aku adalah anak yang tidak bisa
diam sebelum menemukan sebuah jawaban yang membuatku puas. Jawaban yang
membuatku lega, dan membuatku yakin tentang sebuah hal yang kuselidiki. Banyak
orang mengatakan kalau cinta itu indah. Cinta adalah pengorbanan. Cinta tak
harus memiliki. Cinta itu buta. Cinta itu mematikan. Atau apalah! Mengapa tidak
ada yang mengatakan kalau cinta itu menghidupkan. Pendapat yang paling
menakutkan “cinta itu mematikan”.
“Oh, Tuhan… lagi-lagi jalan fikiranku buntu.” Aku tak dapat menyimpulkan
pendapat mereka soal cinta. Sekarang hanya ada tiga kata yang menghantui
fikiranku. Ya! tiga kata yang sangat menakutkan. Tiga kata yang membuatku ragu
untuk menyelidiki cinta lebih dalam.
ë
Ketika aku duduk di bangku Sekolah
Dasar, tepatnya ketika aku kelas empat, pernah ada seorang kakak kelas yang
mengatakan bahwa dia suka dan cinta padaku. Dia bernama Kak X. Namun, aku tak tahu apa itu cinta. Aku
masih sangat kecil untuk dapat memahami dan memaknainya. Akupun mengabaikan
perkataan kakak kelasku itu. Keesokan harinya, dia memberi secarik kertas
padaku lewat temannya. Terlihat kertas itu mirip dengan sebuah surat. Akupun
mulai membuka kertas itu dan membacanya. Sebelum kubuka, detak jantungku memang
mulai berdetak lebih cepat. Semakin cepat ketika kubaca kalimat pertama.
Tertulis di baris paling atas
Kurasakan pudar dalam
hatiku, rasa cinta yang ada untuk dirimu
Tanpa berfikir
panjang, aku langsung meremas kertas itu dan membuangnya ke tong sampah yang
berada di luar kelas. Sungguh konyol apa yang kulakukan. Tapi aku memang tak
tahu apa yang seharusnya kulakukan setelah membaca surat itu. Saat aku membuang
surat itu ke tong sampah, terlihat kakak kelasku sedang duduk di depan kelasnya
yang berhadapan dengan kelasku. Kurasa dia sedang menunggu reaksiku setelah
membaca surat darinya. Ketika aku keluar dari kelas, sorak ramai dari teman-temanya
dan teman-temanku terdengar sangat keras. Mereka melontarkan sebuah kata “ciee…” berulang kali. Sebenarnya hatiku
merasa senang ketika melihat wajah kakak kelasku itu. Tapi, aku tak tahu
mengapa mulutku mengatakan tidak suka padanya. Setelah kejadian itu, kufikir
dia tidak akan pernah lagi memberiku surat. Namun, kenyataan berkata lain.
Setelah selang beberapa hari, dia kembali memberiku sebuah surat. Sebenarnya
hatiku merasa senang ketika menerima surat darinya. Namun, lagi-lagi dengan
terang-terangan aku mengatakan bahwa aku tidak suka padanya. Aku mengatakannya
langsung di depan kak X.
Setelah aku mengatakan bahwa aku tidak suka padanya, sepertinya dia percaya dan
mulai melupakanku. Terbukti setiap saat kita bertemu, dia selalu mengabaikanku.
Tidak seperti biasanya yang selalu menyapa dan memujaku. Aku mulai merasa
menyesal dan tak tahu tentang perasaan ini. “Oh, Tuhan! Apa yang sekarang ada
di otakku?? Buku apa yang harus kubaca untuk dapat memaknai hal ini??” Aku
bingung karena tak dapat mengartikannya. Aku merasa masih terlalu kecil untuk
memikirkan hal ini. Ingin sekali rasanya kutanyakan hal ini kepada orang tuaku. Tapi, aku merasa malu
dan kurang berani untuk mengatakannya.
bersambung
........ (masih ada cerita di bagian ini)
next
Saat aku menginjak
kelas lima dan kak X
menginjak kelas enam, tiba-tiba perasaan itu muncul kembali. Sampai saat itu
juga aku masih belum bisa mengartikannya. Aku mulai mengabaikan perasaan itu
dan focus terhadap pelajaran. Sebenarnya aku tidak dapat memungkiri pikiranku
yang begitu penasaran dengan otak dan hatiku. Sepertinya kedua organ ini telah
menyatu dan bersekongkol untuk membuatku bingung tanpa henti.
Setelah beberapa minggu aku
menikmati jamuan ilmu dari guruku, tiba-tiba ada seorang kakak kelas yang
setiap kali aku bertemu dengannya dia selalu tersenyum padaku. Tidak seperti biasanya. Aku merasa aneh. Ada
apa dengannya? Apa dia gila? Ataukah otaknya eror karena mulai memikirkan
ujian? Sungguh, ingin sekali aku memarahinya, membentaknya, dan menyuruhnya
untuk bersikap wajar padaku. Ingin sekali aku memukulinya dengan sapu. Aku
sangat tidak suka melihat kakak kelasku yang satu ini. Aku penasaran mengapa
dia tersenyum padaku. Ingin sekali aku bertanya dengannya. Dia bernama kak Y. Saat pulang sekolah aku berpapasan
dengannya. Aku tak mau kehilangan kesempatan untuk bertanya padanya. Ketika aku
menghampirinya dan mulai membuka mulut untuk menanyakan mengapa dia tersentum
padaku, senyumnya bertambah lebar. tanpa berpikir panjang, aku langsung
memarahinya. Kukatakan “mengapa kau senyum-senyum sendiri setiap kali
melihatku, hah? Apa ada yang lucu? Apa ada yang aneh denganku, hah? Jawab? ” dia hanya menjawab dengan tiga kata yang membuatku
semakin marah dan benci ketika melihatnya. Dia menjawab dengan kalimat “aku
suka padamu”. Ketika itu juga aku langsung memukul kakak kelasku itu dengan
tanganku sendiri dan aku segera berlari ke rumah. Sepertinya suatu hal yang
aneh terjadi padaku. Detak jantungku semakin cepat ketika dia menjawab
pertanyaanku. Perasaanku bingung tidak karuan memaknai hal ini semua. Lagi-lagi
aku tak berani menanyakan hal ini kepada orang tuaku. Aku mencoba melupakan
perasaan ini dan akhirnya berhasil sampai aku lulus dari bangku Sekolah Dasar.
Aku mulai memasuki masa putih biru.
Sekarang aku duduk di bangku SMP.
bersambung
.......... (masih ada cerita di bagian ini)
SMA
Dinginnya
udara pagi membuat bulu kudukku merinding seketika. Pori-pori kulitku membesar.
Badanku menggigil tak kuasa menahan udara dingin yang menyayat hati. Kulipat
kedua tanganku dan menyandarkannya di depan perut. Jaket tebal yang kukenakan
tidak berpengaruh sedikitpun dalam melawan udara pagi. Aku terus berjalan
kedepan di tengah kesunyian sekolah. Bunyi langkah sepatuku terdengar jelas.
Sepertinya, aku orang pertama yang menginjakkan kaki disekolah hari ini. Aku
terus melangkah melewati lobi sekolah dan belok ke kiri sekitar tujuh meter. Aku berhenti
dan meletakkan jari telunjukku di atas finger
print yang terpasang di dinding, sebagai bukti bahwa aku telah sampai di
sekolah. Sekitar satu bulan yang lalu sekolah ini menggunakan finger print untuk absensi siswa maupun
guru. Setelah para siswa meletakkan jarinya diatas finger print, alat ini akan mengirim sinyal yang akhirnya sampai
sebagai pesan di masing-masing handphone
orang tua siswa. Pesan itu berisi bahwa anak mereka telah sampai di sekolah.
Jadi, mereka tidak perlu khawatir terhadap anaknya.
Aku memasuki ruang kelas dan duduk
di bangku paling depan. Kuletakkan tas dan bukuku di meja. Suhu masih berada
dibawah 25 derajat Celcius. Aku duduk dan menyandarkan tubuhku di kursi.
Terlihat secarik kertas warna pink di
laci meja. Aku merasa penasaran dan tanpa berfikir panjang aku langsung
mengambil kertas itu. Sepertinya ini surat dari seseorang. Aku tak tahu mengapa
jantungku tiba-tiba berdetak lebih kencang. Semakin kencang ketika aku mulai
membuka lipatan kertas itu. Suhu yang dingin tiba-tiba berubah menjadi hangat
yang perlahan panas. Sedikit muncul keringat di dahiku. Aku seperti kehilangan
ingatan. Aku tak tahu apa yang sedang aku fikirkan, apa yang ada di otakku
sekarang. Sungguh, aku diselimuti rasa penasaran. “Apa sebenarnya isi dari
kertas ini? Jangan-jangan…….. ah! Tak
mungkin kalau surat ini darinya”. Tiba-tiba terdengar suara segerombolan
anak dengan langkah sepatunya yang terdengar jelas. Suara itu semakin mendekat
hingga sekarang suara itu tepat berada di depan mataku. Aku tak berani
memandang mereka. Aku takut kalau mereka adalah…… Ternyata mereka adalah
bersambung lagi
(masih ada cerita yang disembunyikan)
Komentar
Posting Komentar