Assalamu’alaikum
warokhmatullahi wabarokatuh!
Sebelum memulainya, saya akan memperkenalkan para tokoh
dalam drama yang berjudul “Suasana di Kota Santri”.
Tokoh utama sebagai Alisa diperankan oleh Nani Suyanti.
Tiga tokoh antagonis, yang pertama sebagai Nanda diperankan
oleh Ngarofatul Afrida, yang kedua sebagai Intan diperankan oleh Nurul Hidayah,
dan yang ketiga sebagai Husna diperankan oleh Haniyati Ulfah.
Tokoh selanjutnya sebagai Ustadzah Qonita diperankan oleh
Sulis Setyowati.
Tokoh selanjutnya sebagai Elin diperankan oleh Roifatul
Fu’adah.
Tokoh selanjutnya sebagai Elra diperankan oleh Nur Khasanah.
Tokoh selanjutnya sebagai Zizah diperankan oleh Anna Aulamah.
Dan yang terakhir sebagai Maya diperankan oleh Lia Karomah.
Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan
nama/tokoh serta sifat/karakter, kami mohon maaf yang setulus-tulusnya.
Iya, inilah para pemeran drama yang berjudul Suasana di Kota
Santri. Selamat menyaksikan…..
SUASANA DI KOTA
SANTRI
DRAMA PART 1
Sore yang cerah akan segera
berakhir. Sang surya mulai menepi di ufuk barat. Sinarnya yang kuning kemerahan
memancar ke langit, menembus melewati celah-celah dedaunan dan terasa
menyilaukan mata. Tepat pukul 06.00 sore raja langit itu tidak menampakkan
dirinya. Tanpa menunggu komando, suara adzan maghrib menggema di sebuah kota
santri. Kota yang penuh dengan kedamaian dan keindahan. Nurul Hidayah,
begitulah biasanya orang-orang menyebut kota santri itu. Setiap hari setelah
maghrib kota santri itu ramai sekali dengan suara-suara mengaji. Dan sekarang
para penuntut ilmu itu mulai berdatangan silih berganti. Mereka menuju kelas
masing-masing dan memulai untuk belajar. Beginilah suasana di kota santri.
(back
sound: suasana di kota santri)
(para
tokoh melaksanakan peran layaknya seperti orang mengaji)
Namun, ditengah keramaian,
kedamaian, dan keindahan itu terdapat sebuah kelas dimana para santrinya mulai
berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Entah mengapa beberapa santri di
kelas itu mulai malas berangkat mengaji. Apalagi jika hujan turun. Gerimis
sedikit saja tak ada seorangpun yang berangkat. Tetapi, ada satu diantara
mereka yang benar-benar mempunyai niat untuk menuntut ilmu. Jadi, apapun yang
terjadi, entah hujan, entah gerimis, entah mati lampu, santri tersebut tetap
berangkat mengaji.
Alisa : “Ya Allah, hujannya deras sekali.... apa
sebaiknya aku sms temen-temen aja ya, agar mereka semua tetap berangkat
mengaji. Ya! mengajak teman untuk berangkat mengaji kan perbuatan baik,
dan kebaikan pasti akan mengalahkan segalanya.”
Pada
waktu itu, hujan deras mengguyur kota santri. Alisa, dia mengajak teman-temanya
agar tetap berangkat mengaji. Dia mengirim sms ke semua nomer teman-temannya.
(semua
santri melaksanakan peran dengan memegang Hp, dan salah satu membaca sms Alisa.
Semua Hp disetting agar ketika sms Alisa masuk, Hp mereka berdering).
Elin :
“ ‘Assalamu’alaikum… Ukhti cantik yang dirakhmati Allah, mari kita tetap
melaksanakan ibadah menuntut ilmu. Karena, seorang ahli
ibadah dengan ilmu itu, lebih baik daripada 1000 ahli ibadah tanpa ilmu.’ (berfikir sejenak) Iya! Benar juga kata Alisa! Oke,
lebih baik sekarang aku berangkat mengaji.”
Setelah
Alisa mengirim sms, diapun berpamitan kepada ayahnya. Ibu Alisa telah meninggal
sejak beliau melahirkannya. sehingga, dia hanya hidup dengan ayahnya. Ditengah
perjalanannya menuju madrasah, dia teringat akan ibunya.
(backsound:
satu rindu, Opick)
Alisa : (berjalan sendirian untuk berangkat
mengaji dan menuju ke kelasnya. Sesampainya di kelas, ia langsung
menata meja). “Subhanallah, sepi sekali kelas ini. hmm…, sambil menunggu teman yang lain, mending sekarang aku belajar.”
Nanda, Husna,
dan Intan : (berjalan bersama
menuju kelas. Sesampainya di depan kelas, mereka duduk-duduk di teras. Mereka bermain Hp dan
mulai menggosip).
Nanda : “Eh, liat nih facebook gue!”
(backsound :
facebook lagi, awan nasyed)
Husna & Intan : “Mana-mana! Hah, itu foto siapa?”
Nanda : “Ya foto pacar gue lah, hahaha….!”
Husna : “Oh, yang kemarin nganter lho
pulang sekolah ya?”
Intan : “Jangan-jangan yang tadi sore lewat depan
rumah lho pake baju merah. Hayo ngaku…!”
Nanda : “Haha.. ya nggak tahu. Intinya anaknya
ganteng dan motornya keren.”
Husna &
Intan : “Hahaha….”
(Nanda, Husna,
dan Intan asyik ngobrol dan nggosip)
Ketika Nanda,
Husna, dan Intan sedang mengobrol, tiba-tiba Alisa keluar dan menasihati
mereka.
Alisa : “Assalamu’alaikum…”
Husna : “Wa’alaikum salam…(dengan nada judes)”
Alisa : “Eh, kalian lagi ngapain? Kok ngaji bawa
Hp? Kalian mau main atau belajar?”
Nanda : “Ih, terserah gue donk!”
Husna : “Kamu nanya apa sih? Suka-suka kita lah mau
ngapain!”
Intan : “Jangan sok alim deh kamu?”
Alisa : “Bukannya sok atau gimana ya, tapi
setahuku selama aku mengaji di Madrasah Diniyah Lailiyah Nurul
Hidayah, Bu Nyai telah membuat peraturan kalau ngaji itu nggak boleh bawa Hp. Apalagi duduk-duduk di luar kayak gini.
Entar, kalo ada orang lain ngliat kan malu..”
Nanda : “Biarkan anjing menggonggong!”
Husna &
Intan : “Betul 3 x !!!”
Alisa : “Astaghfirullahal’adzim. Ya Allah,
berikanlah hamba kesabaran untuk menasihati mereka.”
Setelah
Alisa gagal mencoba menasihati mereka, teman-teman yang lain pun mulai
berdatangan. Mereka saling bersalaman dan mengucapkan salam satu sama lain. Dan
ketika itu pula, terlihat di ujung jalan seorang ustadzah yang berjalan menuju
kelas mereka. Akhirnya, mereka semua masuk ke kelas. Proses belajar
mengajar/menuntut ilmu pun dimulai.
Ustadzah Qonita : “Assalamu’alaikum wr.wb…”
Para Santri : “Wa’alaikumsalam wr.wb…”
Ustadzah Qonita : “Monggo berdo’a riyin…”
Para santri
mulai berdo’a. Nanda, Husna dan Intan asyik bermain Hp di belakang.
Ustadzah Qonita : “Cobi, diwaos.”
Alisa : “Ta’awudz,
basmalah,
يا ربد بد تربودازما ربد
Ustadzah Qonita : “Niku bangku wingking ribut mawon
enten nopo nggeh? Cobi dinadzomaken sareng-sareng…”
(Para santri
tidak tahu bahar yang digunakan).
Ustadzah Qonita : “Hehe, kepripun. Jel mba, niku bahare
bahar nopo?
Nah, kados niki..”(memberi contoh)
Para Santri : “(nadzoman dengan benar)”
Ustadzah Qonita : “Kawit mau bangku wingkin ribut mawon
enten nopo?, cobi dimirengaken ketrangan ing kitab.
“Dingendikaaken
soal hikmahe kekancan sarana bahasa Paris kang surasane mengkene: Sa’nyata
kanca kang ala iku luwih ala lan luwih berbahaya katimbang ula kang ala. Demi
Allah kanca kang ala iku dadi jerumusake sira marang jurange neraka jahim. Mula
sira amriha kanca kang solih. Sarana kekancan karo kanca kang solih mau sira
bisa hasil suarga na’im. Nah, mula njenengan nek kekancan miliha kanca ingkang
solih. Kados, tenga nyanyian niku kan enten (bu nyai bernyanyi).
Nggeh mboten?”
Para Santri : “Nggeh… (sambil tertawa)
Ustadzah Qonita : “Nggeh mpun. Cekap semanten saking
kawula. Monggo, berdo’a sareng- sareng.”
Para Santri : “Berdo’a”
Ustadzah Qonita : “Akhirul kalam, walluhul muwafiq ila
aqwamittoriq.. wassalamu’alaikum wr.wb…”
Para Santri : “Wa’alaikum salam wr.wb”
(ustadzah
Qonita bersalaman dengan semua santri dan pulang)
Elin : “Oiya aku mau tanya.
Yang dimaksud kanca kang ala itu yang kayak apa sih?”
Elra : “Hahaha…. Yaaa
yang tingkah lakunya nggak baik lah”
Zizah : “Tentunya yang bisa
menjerumuskan kita ke jalan yang sesat. Betul, tidak?
Beberapa santri : “Hahaha…”
Maya : “Mungkin salah satu
contoh nyatanya ya, yang kalau ngaji itu nggak pernah merhatiin, malah mainan sendiri di
belakang.”
Elra : “Iya, enak benget
mereka nggak ketauan….”
Husna : “Kalian ngomongin
kita?”
Elra : “Enggak kok,
emang kamu ngrasa?”
Nanda &
Intan : “Udahlah Husna, nggak
usah diurusin.”
Alisa : “Yaudah, nggak
usah ribut. Yuk, kita pulang..”
(mereka saling
bersalaman sebelum pulang ke rumah masing-masing)
Ditengah
perjalanan pulang, Husna tiba-tiba merenung dan memikirkan tentang pelajaran
yang baru saja disampaikan oleh ustadzah Qonita.
Husna : “Eh, menurut kalian apakah kita termasuk
anak-anak yang nggak baik?”
Nanda : “Ha? Mimpi apa kamu tadi malem? Kok nanyanya
gitu…?”
Intan : “Iya, ya, ngeri juga kalo kanca kang ala
itu diibaratkan lebih berbahaya katimbang ula kang ala…”
Husna : “Iya! Bener kata Intan. Apa sebaiknya kita
tobat aja!”
Nanda : “Ha? Tobat?”
Intan : “Iya, benar juga kata Husna. Soalnya aku
juga ngrasa selama aku mengaji di madrasah ini, belum ada satu ilmu
pun yang nyantel di otakku!”
Husna &
Nanda : “Hahaha… orang kamu
mainan terus..”
Husna : “Nah, itu
penyebabnya. Apa kita nggak tobat aja agar bisa lebih baik seperti Alisa. Mulai
besok, kita nggak usah bawa Hp. Kita niatkan diri untuk benar- benar menuntut ilmu…”
Nanda : “Aah…… ngomong apa
sih kalian?!!!!”
(Back sound :
Dekatanlah, Awan Nasyed)
Nah,
apakah mereka semua akan tobat untuk benar-benar niat menuntut ilmu? Ataukah
mereka tetap saja selalu bermain dan tidak pernah memperhatikan penjelasan
seorang guru? Bagaimana kelanjutan ceritanya? Tunggu di drama Season 2!
DRAMA
PART 2
Siang
berganti malam. Seperti biasa kota santri itu ramai dikunjungi oleh para
penuntut ilmu. Ketika Alisa berangkat mengaji, dia bertemu dengan Nanda, Husna,
dan Intan.
Alisa : “Nanda, Husna,
Intan, hai! Assalamu’alaikum…” (bersalaman dan berjalan bersama)
Husna : “Wa’alaikumsalam…”
(dengan nada judes).
Alisa : “Lho, kitab kalian
mana?”
Husna : “Kami itu nggak punya
kitab!”
Alisa : “Terus, bagaimana
kalian mau memahami pelajaran?”
Intan : “Udahlah, nggak
usah berisik.”
Alisa : “Kok kalian bawa Hp
lagi?”
Nanda : “Lah, kaya biasanya
nggak bawa Hp! Kamu kan tahu, kami itu nggak bisa hidup tanpa Hp!”
Alisa : “Iya, aku tahu. Di
zaman sekarang, perkembangan teknologi itu emang semakin pesat. Dan itu semua memudahkan aktivitas manusia di
segala bidang. Tapi, kita juga nggak boleh menyalahgunakannya. Ya, kita tahulah kapan
waktunya mengaji dan kapan waktunya bermain.”
Nanda : “Diam! Nggak usah sok
menasihati kita!”
Husna : “Eh, daripada ngaji
nggak punya kitab, gimana kalau kita ke Sruni aja, beli cilok!”
Intan : “Haha… aduh Husna,
yang ada di otak lho cuma makan, makan, dan makan!”
Husna : “Iya deh, maaf..”
Sesampainya
di depan kelas, Nanda, Husna, dan Intan duduk-duduk di teras dan bermain Hp.
Alisa : “Kok kalian nggak
masuk?”
Nanda : “Kamu bisa diam nggak
sih?”
Alisa : “I am sorry, I can
silent before you all become a good person.”
(Alisa
menata meja dan mengaji, backsound: Islamku)
Husna : “Eh, denger deh! Itu suaranya Alisa kan?”
Intan : “Iya, bener. Bagus banget..”
Husna : “Lancar banget ngajinya. Kapan ya, aku bisa mbaca
Al-Qur’an selancar itu..”
Nanda : “Sante,
masih ada temenya kok. Aku aja belum pernah khatam Al Qur’an.”
Husna & Intan: “Haa…….”
(diam sejenak)
Nanda : “ Aaaaa….. facebookku keblokir.”
Elin,
Elra, Zizah, Maya (EEZM) dan yang lainnya datang.
EEZM : “Assalamu’alaikum…”
Husna : “Wa’alaikum salam…”
Setelah
EEZM salaman satu sama lain, mereka langsung masuk ke kelas dan belajar.
Ustadzah Qonita pun datang. Kegiatan belajar mengajar/menuntut ilmu itu pun
dimulai.
EEZM, Alisa, dan NHI :
“Berdo’a”
Ustadzah Qonita :
“Assalamu’alaikum wr.wb..”
Para Santri :
“Wa’alaikumsalam wr.wb..”
Ustadzah Qonita :
“Monggo, diwaos. Bangku wingking, pojok, kidul.”
Nanda : “Ta’awudz, basmalah, dan membaca.”
Ustadzah Qonita :
“Mpun kelas gangsal, deneng maose tesih grendat-grendet. Mboten nate maos Al Qur’an nopo?
(tiba-tiba
terdengar suara Hp bordering)
Ustadzah Qonita :
“Hayoo…. Hp-ne sinten? Nek mboten enten sing ngaku tek rogoli sake siji- siji…”
Elin :
“Niku bu, bangku wingking……”
Ustadzah Qonita : “Hahh,
bangku wingking… (sambil berdiri dan berjalan ke belakang). Jel, pundi Hp-ne?
mriki?
Mpun, mirengaken ketrangan ing kitab!
Tuma’ninah ingdalem salat.
Rukune solat punika wonten pitulas. Kaping dingin niyat, kapindo
takbirotul ihrom, kaping telu ngadek ingatase wongkang kuasa, kaping papat maca
fatihah. Nah, niki suratan ingkang wajib inggih punika surat Al Fatihah.
Tasydide surat Al Fatihah punika wonten 14. Sapa wonge sing maca surat Al
Fatihah mboten bener, nah solate mboten sah, kranten surat Al Fatihah punika
kan rukun, nek solate ora sah, pada bae ora solat, nek wong ora solat luwih ala
katimbang hewan(……)sing ala.
Cobi, bangku wingking ampun rembugan kiyambek. Men, Hp-ne arep tek
dol nek ngaji mung arep dolanan tok.
Teras, rukune solat kang kaping lima inggih punika ruku’ lan rukune
salat kang kaping nenem inggih punika tuma’ninah. Enten sing ngertos
tuma’ninah?
Tuma’ninah inggih punika meneng. Meneng gerakane sekujur badan.
Dados, nek njenengan mpun meneng, anteng naliko nglakoni I’tidal, ruku’, sujud,
lan liya-liyane niku mpun diarani tuma’ninah. Dados, meneng punika nggeh kados
niki….(memberi contoh)
Mboten kok kados niki…..(memberi contoh)
Ana maning sing kados niki….(member contoh)
Nah, mpun. Paham? Enten sing tangled?
Bu, nek onten lemut nyokot gatel banget, ora bisa diengken, masa
iya kon anteng? Meneng?
Nah, nek niku nggeh pareng dikukur, tapi enten aturane: ora pareng
nglewihi 3 gerakan. Dados le ngukur kados niki (memberi contoh). Mboten kok
kados niki…. (memberi contoh) Utawane kados niki…. (memberi contoh). Nah, mpun,
paham?
Kranten wekdal mpun sa’wetawis dalu, niki rukune solat sing dereng
dibahas diterasaken minggu ngajeng mawon nopo?
Para santri : “Nggeh!!! (dengan penuh semangat)”
Ustadzah Qonita : “Niki
Hp-ne ajeng kulo dol nopo ajeng dipundhut?”
Nanda : “Ajeng dipundhut bu,…”
Ustadzah Qonita :
“Niki pareng dipundhut, tapi njenengan janji nek ngaos niku memperhatikan guru sing lagi
nerangaken. Ampun kok ribut kiyambek, ngobrol kiyambek, nopo maleh dolanan Hp? Nah, mpun. Njenengan
ajeng kepripun?”
Nanda, Husna, Intan : “Geh
bu, kulo janji…”
Ustadzah Qonita :
“Temenan?”
Nanda, Husna, Intan : “
Nggeh bu….”
Ustadzah Qonita : “Ya
wis, tek cekel omongane. Nek nganti ketauan ngaji mbetoni Hp, ben arep tek dol Hp-ne.
Nggeh pun, monggo dipundhut.
(husna, nanda, dan intan berdiri untuk mengambil Hp)
Ustadzah Qonita :
“Nggeh, cekap semanten saking kawulo. Wallohul muwafiq ila aqwamittoriq, wabillahitaufiq
wal hidayah, wassalamu’alaikum wr.wb…..”
Para Santri :
“Wangalaikum salam wr.wb….”
(para santri berdo’a, pulang, salaman).
Nanda,
Husna, dan Intan merasa bersalah dan malu
karena Hp mereka disita oleh Ustadzah Qonita. Akhirnya mereka semua
sadar akan perbuatan mereka selama ini.
(backsound:
pintu taubat).
Sejenak,
sebelum mereka pulang ke rumah, mereka merenung sebentar. Mereka semua menyesal
dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan mereka lagi.
Husna : “Tuh kan! Apa aku bilang? Udahlah nggak usah menyesal
kayak gini? Semuanya belum terlambat kok?”
Intan : “Jenius sekali kau Husna?”
Husna : “Ho… dari dulu kali….”
Intan : “Iya Nda, sebaiknya kita tobat aja
deh!”
(Nanda masih merenung dan tidak menghiraukan perkataan Husna dan
Intan).
Husna & Intan: “Woy! Nda… Nanda… woooyy!!!”
Husna : “Kesambet kali…”
Nanda : “Enak aja kesambet! Aku masih waras kali….. iya, aku
tahu, setelah aku piker-pikir, emang sebaiknya kita tobat aja ya?”
Husna & Intan: “Ya iyalah, dari tadi kan kami udah bilang!”
Nanda : “Ya udah, sekarang kita janji, kita nggak akan mainan
Hp lagi ketika mengaji, kita harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, dan
yang paling penting sekarang kita harus bisa mandiri dan tidak akan pernah
merepotkan kedua orang tua kita lagi. Oke! Janji!
Husna & Intan: “Oke!! Sip!! JJJJJ
Demikianlah
akhir cerita dari drama yang berjudul “Suasana di Kota Santri”
Dari
cerita tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kita harus
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Buat apa setiap hari kita berangkat
mengaji, kalau hanya untuk bermain-main saja. Tanpa niat, keinginan, serta
kerja keras, tentulah cita-cita kita tidak akan tercapai.……….
directed by Nur Laelasari
diperankan saat saya masih mengaji di Madrasah Diniyah Lailiyah Pondok Pesantren Nurul Hidayah, saat saya masih duduk di bangku SMA. diperankan saat acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Komentar
Posting Komentar